Pemerintah akan memperketat aturan bagi agen properti. Tak cukup hanya dengan Nomor Induk Berusaha (NIB). Sekarang harus ada sertifikasi standar.

Ini bukan tanpa alasan.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) melihat ada celah besar. Banyak broker bermain di area abu-abu. Bahkan, ada yang menyalahgunakan profesi ini untuk mencuci uang.

Regulasi Baru: Broker Harus Punya Sertifikasi

Direktur Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan Perdagangan Jasa Kemendag, Rifan Ardianto, menjelaskan bahwa usulan perubahan ini didukung oleh kajian dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Tujuannya jelas: menciptakan iklim usaha yang sehat dan melindungi konsumen.

Kegiatan usaha perantaraan perdagangan properti akan masuk kategori risiko menengah tinggi. Artinya, selain NIB, juga butuh sertifikasi standar.

Bukan rahasia lagi. Ada broker nakal yang memainkan angka. Kadang nilai transaksi dibuat lebih rendah untuk menghindari pajak. Kadang justru dinaikkan agar terlihat sebagai aset bersih dalam transaksi pencucian uang.

PPATK menemukan, dalam kajian National Risk Assessment 2021, bisnis broker properti punya risiko tinggi terhadap tindak pidana pencucian uang. Ditambah lagi, kasus mafia tanah yang makin meresahkan.

Aturan baru ini akan menjamin kualitas layanan broker properti. Tenaga ahli yang kompeten wajib ada di setiap perusahaan perantara perdagangan properti (P4).

Bukan sekadar jualan. Harus paham regulasi dan bertanggung jawab terhadap konsumen.

Lisensi dan Kredibilitas

Dulu, agen properti wajib punya lisensi dan Surat Izin Usaha Perusahaan Perantara Perdagangan Properti (SIU-P4). Tapi aturan ini melonggar. Banyak yang beroperasi tanpa lisensi.

Padahal, broker bersertifikasi lebih dipercaya. Apalagi untuk transaksi properti bernilai besar.

SIU-P4 sendiri dikeluarkan oleh Kemendag. Berlaku lima tahun dan harus diperbarui. Dasarnya? Peraturan Menteri Perdagangan No. 33/M-DAG/PER/8/2008.

Semua Agen Harus Bersertifikasi

Ketua Umum Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (Arebi), Clement Francis, menegaskan bahwa revisi aturan ini sudah dibahas dengan pemerintah. Salah satunya, revisi PP 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berbasis Risiko.

Pemerintah saat ini sedang menyiapkan aturan baru. Rencananya, setiap marketing properti wajib punya sertifikasi.

Jika ini diterapkan, transaksi jual beli properti masuk kategori risiko menengah-tinggi. Artinya, hanya agen bersertifikat yang bisa beroperasi.

Harus Ada Perubahan

Selama ini, industri broker properti masih dianggap berisiko rendah. Padahal, banyak masalah muncul. Penipuan, sertifikat ganda, sengketa tanah.

Saatnya industri ini ditata ulang. Bukan hanya untuk kepentingan broker, tapi untuk kepentingan semua.


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *