
Jualan properti itu skill. Sertifikasi itu aturan. Apakah keduanya bisa jalan bareng atau sendiri-sendiri? Tapi kalau bisa punya dua-duanya, kenapa tidak?
Banyak yang merasa, kalau sudah jago jualan, buat apa sertifikasi? Yang penting bisa closing. Bisa bawa calon pembeli dari sekadar nanya-nanya jadi tanda tangan akad. Tapi pemerintah tidak melihatnya sesederhana itu.
“Jago jualan itu keterampilan,” kata Ramlan Hadiansyah, Certified Real Estate Broker dan Strategic Project Consultant. “Agen harus punya sales skills, soft skills, personal branding, market awareness, serta paham teknis marketing sampai closing.”
Tapi, skill saja tidak cukup. Banyak kejadian. Ada yang berani main DP tanpa kejelasan. Ada yang memalsukan SHM. Ada yang jebak calon pembeli dengan skema yang nggak jelas. Segelintir orang ini yang bikin nama profesi broker jadi kurang dipercaya. Makanya, pemerintah turun tangan. Bikin aturan. Sertifikasi jadi semacam jaminan profesionalisme.
Beda dengan developer. Buat mereka, yang penting jualan jalan. Asal bisa jualan, gas! Sertifikasi? Urusan belakangan. Tapi regulasi tidak diam di tempat. Bisa saja besok lusa, sertifikasi jadi syarat wajib buat semua agen properti.
Buat yang sudah punya sertifikasi, selamat! Itu modal besar. Tinggal asah terus skill jualannya. Buat yang belum? Santai. Selama jujur, amanah, dan komisinya masih lancar, jalan terus. Tapi kalau sudah dapat banyak, kenapa tidak sekalian ikut sertifikasi? Biar lebih tenang. Biar makin dipercaya. Biar lebih siap kalau aturan berubah.
Karena kalau sudah jago jualan, sertifikasi cuma bikin makin keren, bukan?
Narasumber: Ramlan Hadiansyah – Certified Real Estate Broker | Strategic Project Consultant | Board Member of Griya Indonesia
0 Komentar