Bangunan tinggi menjulang, rumah-rumah bergaya modern, hingga jembatan megah yang menghubungkan kota-kota besar — semua itu ada karena tangan-tangan kreatif para arsitek. Mereka bukan sekadar menggambar garis-garis di kertas, tapi membangun mimpi dalam bentuk nyata. Maka, setiap tanggal 18 Maret, Hari Arsitektur Indonesia diperingati. Bukan hanya sekadar seremoni, tapi pengakuan terhadap peran penting para arsitek dalam membentuk wajah negeri ini.

Apa Itu Arsitektur dan Arsitek?

Arsitektur adalah ilmu dan seni merancang bangunan, mulai dari desain hingga konstruksi. Sementara itu, seorang arsitek tidak hanya ahli menggambar bangunan, tetapi juga memastikan hasil desainnya dapat diterapkan secara teknis, estetis, dan fungsional.

Jejak Sejarah Arsitektur di Indonesia

Perjalanan profesi arsitek di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari berdirinya Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Organisasi ini resmi didirikan pada 17 September 1959 di Bandung. Pengakuan formal terhadap IAI tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2021.

Latar belakang berdirinya IAI muncul dari ketidakpuasan para arsitek terhadap keberadaan Gabungan Perusahaan Perencanaan dan Pelaksanaan Nasional (GAPERNAS) yang menyamaratakan perancangan dan pelaksanaan konstruksi. Ars. F. Silaban dan Ir. Soehartono Soesilo menjadi penggerak utama untuk mendirikan wadah yang lebih representatif bagi para arsitek.

Pertemuan besar diadakan di Bandung pada 16-17 September 1959. Bertempat di rumah Ars. Lim Bwan Tjie dan kemudian berpindah ke Dago Theehuis, pertemuan tersebut dihadiri 21 arsitek lintas generasi. Dari diskusi intensif ini, lahirlah IAI yang hingga kini menjadi organisasi profesi arsitek resmi di Indonesia.

Mengenal Arsitek Pertama di Indonesia

Mas Aboekassan Atmodirono dikenal sebagai arsitek pribumi pertama di Indonesia. Lahir pada 18 Maret 1860 di Wonosobo, Jawa Tengah, ia menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School berkat status ayahnya yang merupakan pejabat kejaksaan di masa kolonial Belanda.

Pada tahun 1898, Aboekassan diangkat sebagai arsitek di Dinas Pengairan dan Pekerjaan Umum Negeri. Dedikasinya dalam dunia arsitektur mendapat apresiasi berupa bintang kehormatan “de Orde van Oranye Nassau.” Salah satu karyanya yang terkenal adalah Gedung Sosieteit Mangkunegaran di Solo, yang kini menjadi Monumen Pers Nasional.

Meski sukses, Aboekassan tetap hidup sederhana dan bersahaja. Ia meninggal pada 23 Juli 1920 dan dimakamkan di Bergota, Semarang.

Tantangan dan Harapan Arsitektur Indonesia

Arsitektur adalah seni yang berdiri di antara logika dan estetika. Antara kebutuhan ruang dan keinginan hati. Arsitek bukan hanya membangun gedung, tetapi membangun peradaban. Ke depan, tantangan arsitektur di Indonesia semakin kompleks. Dari isu lingkungan hingga teknologi yang semakin canggih. Namun, satu yang pasti: tanpa arsitek, kota hanyalah tumpukan beton tanpa makna.

Disadur dari Detik.com


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *